Vebrian.com – Setelah selesai melakukan tour religi selama satu hari ke Jogja dan mengunjungi beberapa tempat bersejarah di sana, kami sempat beristirahat selama beberapa hari. Kakak ku masih akan mengajakku menuju destinasi selanjutnya. Gunung Lawu dengan kebun teh dan Candi Ceto akan kami jajaki sebagai titik terakhir sebelum pulang ke kampung halaman.
Contents
Biasa Saja
Perjalanan kali ini masih dilakukan di bulan puasa, tepatnya beberapa hari sebelum kami pulang kampung menuju Banjarmasin. Kakak ku kembali mengajakku untuk mengunjungi situs bersejarah lainnya, tidak terlalu jauh dari kota Solo.
Candi Ceto sebutannya. Ia berkata kalau candi itu berukuran kecil, berada di ketinggian pegunungan. Kami bisa menggunakan motor hingga sampai candi tersebut, waktu yang ditempuh paling lambat satu jam. Kami pun bersiap-siap. Lagi.
Tidak seperti menyiapkan peralatan saat pergi ke Borobudur dan candi lainnya, pada kunjungan kali ini aku hanya memerlukan sebuah jaket dan membawa kamera saja. Jaket, diperlukan untuk menjaga kehangatan tubuh karena kata kakak ku di sana sangat dingin bahkan di tengah hari.
Kamera? Tentu saja untuk mengabadikan semua objek menarik selama perjalanan. Aku yang pemula dan baru saja bersentuhan dengan benda tersebut tentu gatal untuk selalu menggunakannya. Semoga saja, nanti tidak terlalu kelelahan seperti terakhir kali.
Habis Baterai?
Kami berdua melewati beberapa kota sebelum sampai di gunung tempat dimana candi tersebut dibangun. Gunung yang kami coba jelajahi bernama gunung Lawu. Perjalanan mendaki yang cukup menantang saat itu. Bagi motor matic kami tentunya, bukan kami. Hehehe.
Saat masih di tengah perjalanan, aku mengambil beberapa foto dengan kamera yang aku bawa. Berada di ketinggian berikut dengan pemandangan kebun teh di sekitarnya membuatku ingin memotretnya. Sambil motor berjalan, aku tetap mengambil foto-foto tersebut.
Saat masih asik mengambil foto, tiba-tiba kamera tersebut mati. Aku coba menekan tombol on kamera tersebut tapi tidak menyala. Ngadat. Aku pikir baterainya habis atau semacamnya, tapi terakhir kali aku melihat ikon baterainya masih penuh. Mungkin indikatornya tidak sesuai dengan kenyataan.
Kecewa karena bakalan kehilangan kesempatan untuk mengabadikan momen tersebut. Tapi, tak apalah masih ada kamera ponsel. Kamera tersebut kemudian aku simpan saja di tasnya.
Candi di Atas Awan
Candi Ceto ada di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Dusun Ceto, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Sampai di depan pintu masuk, kami harus menggunakan sebuah kain hitam putih yang dilingkarkan di pinggang kami.
Setelahnya kami masuk menuju pintu gerbang candi Ceto. Menaiki beberapa anak tangga terlebih dahulu dan sampai di tingkat pertama candi. Tak lupa, mengambil beberapa foto dengan ponsel. Di tanah juga terdapat beberapa batu yang disusun sedemikian rupa membentuk sebuah pola.
Pencahayaan yang kurang akibat kabut membuat foto yang didapat tidak terlalu jelas. Maklum kami berada di ketinggian kurang lebih 1400 di atas permukaan laut. Dari awal kami menaiki gunung menuju candi, memang ada kabut atau mungkin awan yang terlihat menyelimuti sela-sela gunung.
Memasuki tingkat berikutnya, ada beberapa bangunan yang dibangun di sisi kiri dan kanan tiap lantai. Entah untuk apa dibuat dan apa isi di dalamnya, bangunan itu dikunci dari luar. Selain itu, juga ada pendopo yang terbuat dari kayu.
Kami berdua terus naik hingga sampai di bagian paling akhir dan paling besar dari lain dan juga dikunci, kemungkinan bagian tersebut adalah bagian utama dari candi dan digunakan untuk kegiatan beribadah hingga saat ini.
Gara-gara Uang Receh (Lagi)
Sudah cukup melihat candi utamanya dan berfoto-foto disana, kami berdua kembali turun. Rencananya kami akan melihat-lihat Puri Taman Sarasvati yang ada tak jauh dari candi Ceto. Kalau dari pintu gerbang tadi, pengunjung berbelok kiri mengikuti arah yang ditunjuk dengan plang.
Kami kemudian berjalan menuju puri tersebut. Melewati jalan setapak dengan beberapa kios makanan kecil yang berjejer di sepanjang jalurnya. Aku penasaran bagaimana bentuk patung dewi agama Hindu tersebut. Namanya menjadi nama salah satu artis yang sedang naik daun.
Tak lama, kami sampai di depan sebuah loket tepat berada di belokan sebuah jalan mendaki menuju puri tersebut. Di samping loket tersebut juga terdapat toko souvenir yang tidak terurus. Ruangannya tak teratur dengan beberapa cinderamata yang dijual tapi seperti tidak dijual. Tak ada yang menjaga. Sayang sekali.
Kakak ku kemudian bertanya berapa harga tiket per orang. Tiket yang murah dan uang yang terlalu besar, membuat kakak ku harus menukarkannya dulu. Si penjual tiket tidak mempunyai kembalian, jadi kakak ku harus menukarkannya atau membeli sesuatu terlebih dahulu agar ada uang pecahannya.
Aku hanya diam menunggu, duduk di bangku panjang beserta meja yang berada di dekat loket tersebut. Ku pikir tak akan lama, karena kios cukup dekat dan ada banyak pasti mudah mendapatkan pecahan dari uang yang nominal besar itu.
Memang benar, hanya beberapa menit aku duduk kakak ku sudah datang kembali. Tapi, membawa kabar buruk. Para penjual tersebut ternyata juga tidak memiliki uang pecahan. Akhirnya, kami lewatkan saja kunjungan ke puri tersebut gara-gara uang receh. Sebelumnya juga pernah terjadi kejadian akibat uang receh.
Oleh-oleh dan Kamera yang Rusak
Kami kemudian melewati jalan setapak yang ada di dekat loket tiket, menuruni jalan yang menurun di samping candi Ceto hingga tembus di samping gerbang masuk. Di depan gerbang, kami melihat ada seorang ibu yang menjual jambu biji dalam sebuah kantong kresek. Jambu tersebut berukuran lumayan besar.
Aku kemudian membeli satu kantong, harga semuanya sama 15 ribu perak. Lumayan lah nanti dimakan setelah buka puasa. Selain itu, kami juga membeli sebungkus teh hitam yang dijual tak jauh dari penjual jambu. Sebelum pulang, kami mengembalikan dulu kain yang menjulur dari pinggang kami sejak awal masuk tadi.
Sesampainya di kos, aku penasaran kenapa kamera yang kami bawa tidak bisa dinyalakan. Aku coba men-charge baterainya hingga beberapa saat dan memasangnya kembali. Ternyata tetap tidak menyala. Kakak ku kemudian mencoba memperbaiki, mencari informasi di Google dan tetap saja kamera tersebut tidak menyala. Kemungkinan besar kamera tersebut rusak.
Kami mengakhiri perjalanan ke Candi Ceto dengan adegan memperbaiki kamera yang rusak.
Leave a Reply