Vebrian.com – Pengetahuanku mengenai dunia internet marketing sangatlah dangkal. Aku tidak memiliki seorang teman pun yang paham di bidang tersebut. Namun, seorang temanku yang kebetulan sempat ditawari untuk membuat artikel oleh senior di klub Jpop-nya menjadi perhatianku.
Artikel di dunia IM sangatlah penting menurut beberapa sumber yang aku sempat baca. Selain itu, ia juga mengatakan secara tidak langsung bahwa senior-nya tersebut memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan internet marketing. Lalu, aku kemudian bertanya kepadanya tentang orang tersebut.
Contents
Jumpa Pertama
Suatu ketika, saat festival cosplay diadakan di Banjarmasin aku ikut menemani temanku untuk menghadirinya. Ia berkata kalau senior-nya tersebut menjadi juri di acara tersebut. Aku tentu harus menggunakan kesempatan berharga itu.
Seorang pria berkacamata duduk di depan peserta yang sedang menyanyikan lagu-lagu pop Jepang. Berpakaian sederhana dengan penampilan layaknya anak muda. Lelaki yang masih muda dan juga menyukai semua hal yang berbau Jepang. Klop sudah. Sepertinya aku mendapatkan guru yang tepat untuk urusan ini.
Chat di Inbox
Aku tidak sempat berkenalan dengannya saat festival tersebut, karena ada beberapa hal yang mengganggu pikiranku saat itu. Berhubung tempat diadakannya festival tersebut juga dijejali oleh para pencinta semua hal yang berbau Jepang, sangat sulit untuk sekedar berbicara santai dengan salah satu juri.
Oleh karena itu, aku kemudian meminta temanku untuk memberitahuku apa nama akun calon guruku tersebut. Ia memberikannya dan aku pun langsung menambahkannya sebagai teman di Facebook. Tak lama berselang, permintaan pertemananku langsung diterima.
Jadilah kemudian aku memperkenalkan diriku lewat inbox dan mengutarakan keinginanku untuk belajar tentang IM atau secara khusus tentang Google Adsense. Tidak basa-basi ia membalas chatku, ia langsung menyuruhku untuk bertemu di perpustakaan daerah besok hari.
Hampir 12 Jam di Depan Laptop
Kami bertemu di tempat yang telah disepakati. Sebelumnya, di inbox, telah disepakati sebuah perjanjian bahwa aku akan diajari secara langsung bagaimana membangun sebuah situs. Terjun langsung ke lapangan, teori hanya diajarkan seperlunya saja.
Pelajaran pertama yang diberikan oleh guruku adalah mencari situs dengan kriteria tertentu. Cari situs yang memiliki domain authority dan page authority yang lumayan tinggi. Kemudian mengambil gambar-gambar di situs tersebut satu per satu.
Setelah mengambil gambar di situs tersebut, kemudian tidak lupa mengambil artikel postingan tersebut sebagai bahan. Copy paste artikel saja tidak perlu repot-repot. Proses editing dan filtering juga aku lakukan selama proses belajar tersebut.
Hampir berada di depan laptop selama 12 jam saat itu. Menjauh dari laptop hanya saat shalat dan buang air saja. Pekerjaan yang lumayan menyenangkan di satu sisi dan melelahkan di sisi lain, pikirku. Aku perlu memberi semangat kepada diriku setiap hari dan setiap paginya.
Jarak tempuh dari rumah menuju tempat tongkrongan para mastah sendiri memakan waktu kurang lebih satu jam. Setiap pagi mulai pukul 7 pagi aku pergi dari rumah menuju spot untuk bisa online. Terbayangkan betapa melelahkannya saat itu.
Tongkrongan Para Mastah
Pekerjaan baru tersebut berlangsung selama hampir satu bulan. Belajar membangun website dengan langsung terjun ke lapangan. Kegiatan tersebut kadang aku lakukan di pagi hari hingga sore hari. Bertempat di perpustakaan daerah atau di flash lounge wifi.id di kampus.
Di perpustakaan daerah, aku biasanya berkumpul dengan para publisher yang lain, juga beserta guruku. Kebetulan tempat tersebut memiliki fasilitas yang menurutku cukup lengkap. Koneksi yang kencang, tempat yang terbuka dan sejuk serta ada cafetaria dan musholla. Spot yang sangat sempurna.
Tulis Ulang. Edit. Terbit
Artikel yang aku buat sebenarnya tidak aku tulis sendiri. Berhubung situs yang guruku bangun merupakan situs berbahasa Inggris, jadi aku mencari artikel yang berbahasa Inggris untuk kemudian ditulis ulang. Sadar diri dengan kemampuan bahasa Inggris yang masih pas-pasan juga.
Beberapa hari pertama, aku menulis ulang sebanyak lima buah artikel per hari. Artikel dengan jumlah kata minimal 300 kata aku cari sedemikian rupa untuk kemudian aku rewrite dengan sebuah aplikasi. Terlihat mudah mungkin, tapi tidak seperti kedengarannya.
Artikel tersebut sebelumnya melalui beberapa proses seleksi diksi kata dalam bahasa Inggris. Walaupun sebenarnya aplikasi spinner tersebut sudah mampu menghasilkan artikel yang katanya unik, tapi tetap saja ketika dibaca terasa janggal. Bagian itulah yang harus aku perbaiki sebelum artikel di-publish.
Berkunang-kunang
Selain rewrite artikel, aku juga disarankan untuk mengambil gambar sebanyak minimal 20 untuk satu artikelnya. Tiap satu gambar harus di-rename satu per satu sebelum diunggah ke situs yang dibangun via WordPress.
Rename gambar tersebut lumayan memakan waktu, semua aku lakukan secara manual tanpa tool apapun. Memang dari awal aku diajarkan untuk menghindari menjamah ranah serba otomatis oleh guruku. Hal itu dilakukan agar aku tahu bagaimana perjuangan membangun sebuah situs.
Mataku seperti berkunang-kunang tiap kali melihat tulisan dari artikel yang aku rewrite serta gambar yang aku rename. Bagaimana tidak, target awalnya 5 artikel siap publish harus dicapai setiap hari, pada awalnya. Namun setelah aku mencoba melakukan hal tersebut, aku hanya sanggup sebanyak 3 artikel saja.
Mie Instan untuk Surfing
Tidak terlalu membosankan, aku merasa senang bisa berkumpul dengan orang-orang yang santai dengan pekerjaannya masing-masing. Tidak terlalu tegang, kadang kami bercanda bersama untuk mengusir kebosanan.
Tempat sejuk di lantai terbawah perpustakaan daerah membuatku lapar terkadang. Ada banyak pilihan menu untuk mengisi perut yang kosong di sana. Menusuk sendiri pentol yang dijual atau minta dibuatkan mie instan oleh pengurus cafetaria adalah pilihan utama.
Kalau aku lebih memilih keduanya. Makan mie instan di pagi hari menjelang siang dan makan pentol di sore menjelang pulang. Makan bareng publisher alias para mastah IM sudah pernah aku lakukan.
Adegan Paling Dramatis
Selama sebulan membangun website milik guruku, melakukan semua prosedur sesuai dengan anjurannya ternyata tidak membuat semuanya berjalan lancar. Setelah membangun situs sekian lamanya, dengan jumlah artikel yang lumayan banyak, terjadilah adegan yang paling memilukan.
Deindeks.
Kata tersebut sebelumnya sudah pernah aku dengar, berikut dengan hasil yang diakibatkan olehnya bagi para publisher. Dan kala itu, aku merasakan dampaknya sendiri. Seolah-olah perjuangan selama kurang lebih sebulan menjadi sia-sia.
Walaupun situs tersebut milik guruku, ia hanya santai menanggapi kalau situs miliknya yang aku bangun tersebut kena deindeks oleh Google. Ia kemudian menyarankan aku agar membuat situs sendiri, secara mandiri berbekal ilmu yang telah ia ajarkan.
Lalu, mulailah aku memasuki pelajaran baru. Proses pembuatan website milikku dimulai dengan pemilihan domain dan membelinya di GoDaddy. Domain yang dibeli merupakan domain yang sudah aged seharga beberapa dolar. Akhirnya, belajar dari bawah bagaimana membangun sebuah situs milik sendiri untuk dijadikan partner oleh Google nantinya.
Leave a Reply