Vebrian.com – Setelah belajar dari terjun langsung membangun website milik guruku dan mendapat blacklist dari Google, aku kemudian membuat domain milikku sendiri. Dengan saran dari guruku, aku belajar dari nol bagaimana mencari aged domain dan cara membelinya.
Tulisan ini menjadi salah satu artikel dari seri ‘Masih Dunia IM’, yang berisi pengalamanku dalam menjamah dunia tak kasat mata. Selama berjelajah di dalamnya ada banyak sekali kejadian yang telah terjadi. Salah satu adalah saat aku memiliki website untuk dijadikan partner Google berikut.
Contents
Punya Domain TLD Sendiri
Untuk pertama kalinya aku akan mempunyai sebuah domain untuk diriku sendiri. Guruku menyuruhku mencari domain yang sudah aged. Sebuah aged domain memiliki kelebihan tertentu dibanding membeli domain yang baru. Pencarian domain tersebut dilakukan via situs Moonsy.
Di situs tersebut ada banyak domain yang sudah aged. Ada sebagian yang dijual dengan harga yang telah ditentukan serta ada juga yang dilelang. Nama domain yang dipilih menurut saran dari guruku paling tidak memiliki dua suku kata. Jangan terlalu panjang dan jangan rumit.
Selain itu, domain tersebut juga harus berusia cukup lama dengan DA dan PA yang tinggi. Ia menyuruh untuk mencatat beberapa situs terlebih dahulu kemudian baru mencek satu per satu bersamanya. Setelah mencari dari sekian domain yang ada di situs tersebut, akhirnya aku menemukan beberapa nama domain.
Beli Domain Pake Dolar Miliknya Mastah
Nama-nama domain tersebut kemudian aku konsultasikan ke guruku. Ia kemudian menyetujui sebuah nama domain dan menyuruh untuk membelinya. Berhubung transaksi dilakukan via GoDaddy maka ia membelinya dengan menggunakan dolar. Saat itu karena masih awam, membeli domain dengan dolar itu merupakan sesuatu yang keren bagiku.
Domain setara kurang lebih 450 ribu itu akhirnya terbeli. Dolar yang digunakan tentu saja milik guruku saat itu. Selain itu, aku juga belum memiliki akun PayPal, yang katanya akun tersebut akan sangat sering digunakan untuk transaksi di kemudian hari.
Setelah domain tersebut dipindahkan dari akun GoDaddy guruku ke akun milikku, maka dimulailah pelajaran yang baru lagi. Pertama, tentu adalah bagaimana cara memindahkan domain dari akun lain ke akun lain. Tidak terlalu penting mungkin, tapi bagiku semuanya penting.
Hosting yang aku gunakan saat itu masih berupa shared hosting. Intinya sih, aku nebeng di hostingnya guruku. Jadi, sebenarnya aku masih belum memiliki website sendiri senilai 100%. Tapi, tidak apa-apa semoga tidak lama setelahnya aku bisa membeli hosting sendiri.
Setting CMS yang Tak Aku Mengerti
Pelajaran selanjutnya, melakukan setting di CMS WordPress. Jujur, aku tak terlalu paham dan ingat apa saja yang dilakukan saat melakukannya. Beberapa hal yang aku ingat adalah aku masuk ke cPanel, setting di sana sini, kemudian juga memasukkan theme untuk websiteku nanti.
Pada saat itu aku sering bertanya kepada guruku karena aku tak terlalu paham melakukannya. Setting XAMPP juga tak sepenuhnya aku mengerti. Namun, untung saja ia tetap sabar memberikan penjelasan tiap kali aku bertanya.
Setelah semua setting dirasa cukup, maka mulailah aku mengganti beberapa hal seperti logo. Akun sosial media juga aku buat sesuai saran guruku. Mendaftarkan websiteku di webmaster dan kemudian diajarkan bagaimana cara membaca data di sana.
Sebelumnya, aku memang sudah diajarkan membaca data di Google Webmaster pada saat masih membangun website miliknya. Tapi, kurasa itu masih berupa dasarnya saja.
Membangun dari Nol
Berulanglah kegiatan rutinku yang sebelumnya sudah dijalan selama sebulan. Kali ini, ada sedikit greget berbeda. Ada sedikit rasa memiliki website tersebut karena aku membelinya sendiri dengan uang kasku.
Perlakuan terhadap websiteku tersebut sama persis dengan perlakuanku terhadap website milik guruku. Pertama, mencari artikel berbahasa Inggris dengan tema yang sudah ditentukan dengan jumlah minimal 300 kata. Lalu, mengunduh gambar minimal 10 buah sesuai judul artikel tersebut.
Rewrite artikel tersebut dengan aplikasi spinner. dan me-rename semua gambar. Kemudian, mengunggahnya keduanya dan setelah komplit, lalu terbitkan. Persis sama tak kurang tak lebih.
Rutin setiap hari menerbitkan 3 postingan dengan kriteria artikel berjumalah 300 kata ke atas, memiliki gambar di atas 10 buah membuatku sempat bosan. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan semua itu hampir seharian.
Mencoba Menembaknya
Sudah hampir sebulan sejak aku membangun website milikku, dengan cara yang hampir sama tentunya dengan cara guruku. Sudah tiba saatnya bagiku untuk mencoba membuat akun Google Adsense. Sebelumnya aku bertanya dulu ke guruku dan ia menyetujuinya.
Aku kemudian mendaftarkan websiteku, memasukkan beberapa data yang diminta dan kemudian menunggu beberapa hari sekitar seminggu kalau tidak salah. Berharap mendapatkan balasan secepatnya dari si cinta.
Pernah sekali melihat teman yang juga main di bisnis seperti ini. Ia mengunggah foto sebuah surat dari Google. Aku tak tahu isinya apa, yang jelas ia menambahkan caption ‘mendapat surat cinta dari Google’. Mungkin ucapan selamat dari Google.
Terjatuh Dua Kali
Akun GA ku tidak pernah di-approve oleh Google hingga sekitar satu minggu lamanya. Setelah aku cek dan aku beritahuku ke guruku yang saat itu tidak bisa lagi ke perpustakaan lagi, ia menyuruhku untuk bersabar. Ia tak bisa lagi ke tempat tongkrongan karena harus mengurus istrinya yang mau melahirkan.
Berkomunikasi hanya lewat chat di Facebook layaknya pertama kali kami berkenalan. Aku tak terlalu memikirkan itu, karena guruku hanya menyuruhku untuk fokus membangun konten saja terlebih dahulu. Mengenai akun GA bisa diurus belakangan.
Hari demi hari aku terus mencoba membangun website tersebut dan akhirnya sesuatu yang tak diinginkan kembali terjadi. Kejadian yang sama terulang kembali. Website milikku kena deindeks oleh Google. Kembali merasa terpuruk karena belum sempat mendapatkan apa-apa.
Namun, apa yang bisa aku perbuat? Aku hanya berpikir, paling tidak aku mendapatkan ilmu dan relasi yang baru. Kalau rezeki tidak berupa materi, bisa berupa kedua hal tersebut, bukan? Alhamdulillah.
(Bukan) Ujung Sebuah Perjuangan di Dunia IM
Website yang sudah di-deindeks oleh Google dan modal yang sudah tidak ada membuatku bingung harus melakukan apa. Aku terlanjur basah di dunia IM dan berenang menjauh dari pesisir pantai pekerjaan konvensional.
Merasa ini bukanlah ujung dari pengorbanan dan bukan akhir dari ceritaku, aku lantas terus menjelajah dunia internet marketing. Terus mencari informasi mengenai dunia tersebut di semua media, baik melalui mesin pencari Google, sosial media, bahkan dari relasi yang baru saja ku kenal yang juga bergelut di dunia tersebut.
Waktu terus berjalan dan terdamparlah aku di dunia Facebook. Di dalamnya, aku sempat menciptakan sesuatu. Lewat sosial media buatan Mark Zuckerberg itulah aku mempelajari suatu ilmu baru dalam internet merketing. Bagiku, inilah hikmah yang aku dapat dari kegagalanku sebelumnya. PDKT dengan Facebook Ads.
Leave a Reply